Pages

Feb 7, 2021

Belajar karena dikomentari.


Pernah nggak diremehkan oleh orang lain?

Mungkin kita semua pernah merasakannya, yang berbeda dampaknya dan cara kita menanggapinya. Terkadang orang merasa asal komentar yang tak sadar bahwa apa yang ia lakukan sedang meremehkan, atau bahkan memandang rendah orang lain.

Satu kalimat, kita memang tidak bisa mengontrol orang lain untuk berkomentar atau berpendapat, yang dapat kita atur adalah bagaimana kita menanggapinya dan apakah itu akan mempengaruhi kita atau tidak.

Orang memang lebih mudah untuk berkomentar, menganggap itu hanya sebuah komentar yang tidak akan bepengaruh besar. Namuin ketika komentar itu ditanggapi entah disanggah atau bahkan ditentang, malah yang komentar endingnya ngatain yang dikomentari sebagai orang yang baperan. Pernah merasakan itu? Hahaha

Ada satu cerita, ini tentang posisi saya yang hanya sebagai ibu rumah tangga. Tapi jika ditelisik sebenarnya komentar ini juga meremehkan kemampuan suami. Saat saya dan suami memutuskan memasukkan anak-anak ke sekolah swasta, dan kemudian orang taunya sekolah itu biayanya lumayan mahal, komentar yang kami terima adalah "mampu kah bayarnya, sedang yang menghasilkan uang cuma satu orang?"

Baca juga : Waktu yang tak kan kembali

Saat itu saya dan suami sih diam saja, tidak menanggapi apa-apa. Cuma kemudian akhirnya jadi bahan obrolan kita berdua. Apakah salah, posisi saya yang tidak menghasilkan uang? Apakah salah jika kami ingin memasukkan anak-anak ke sekolah yang menurut kami cocok dengan mereka?

Ya, dari satu komentar itu yang timbul adalah rasa rendah diri saya. Ketika saya tidak menghasilkan apa-apa seakan saya ini hanya menjadi beban bagi suami, belum lagi kemudian anaknya dimasukin sekolah yang bagus. Untungnya suami bisa sih membuat saya nggak rendah diri lagi, dengan caranya tentunya.

Tetapi komentar itu akhirnya membuat kami membicarakan lebih lanjut masalah keuangan.

Saat itu memang kebutuhan paling besar adalah di sekolah, dan waktu itu yang sekolah baru satu anak. Bagaimana kalau dua, emang sanggup. 

Suami kemudian mengingatkan, bahwa segala rejeki itu Allah yang atur. Dan rejeki anak-anak itu jangan disepelekan. Asalkan kita (saya dan suami) yang dititipi bener-bener mengusahakan. Selebihnya serahkan pada Allah.

Tapi dalam perjalanannya, apakah semudah itu?

Tentu tidak!

Uang gaji tentu sudah diperhitungkan dan diplot sedemikian rupa hingga yang pasti kebutuhan akan sekolah dan kebutuhan akan menjadi pengeluaran utama begitu gaji diterima. 

Nabung? 

Jika semua pakar keuangan bilang, sisihkan uang diawal jangan menabung dari sisa. Ini awalnya sulit kami lakukan. Apalagi nabung secara personal. Ditaruh di bank yang ada ATMnya, bulan ini nabung bulan depan eh udah kepake aje. Hahaha. Walau ya, kami masih memiliki post tabungan yang tidak terpakai walau nilainya nggak sebanyak yang dianjurkan oleh pakar, hahaha.

Belum lagi jika kemudian ada pengeluaran dadakan. Ini yang kadang paling horor. 

Awal pernikahan, bisa dikatakan saya dan suami benar-benar harus belajar banyak mengelola keuangan. Kondisi “besar pasak daripada tiang” awal-awal anak sekolah dulu sering terjadi. Hingga akhirnya membuka beberapa post tabungan yang seharusnya tidak diusik.

Sebelum punya anak masalah keuangan tidak seberapa diatur, istilahnya losss aja gitu. Nabung ya dari uang sisa aja, kalau pengen aja, hahaha, jangan ditiru.

 Begitu punya anak kebutuhan nambah, kondisi keuangan ada peningkatan tidak sesignifikan kebutuhan, kadang kondisi itu yang membuat semua jadi terasa salah.

Mengusahakan pemasukan lebih tentu dilakukan, tapi yang paling penting adalah pengelolaan keuangannya. Mulai sadar dengan dana darurat, mulai melek tentang musti nabung yang bagaimana. Rasanya itu yang lebih penting supaya uang tidak mengalir begitu saja tanpa jelas apa yang akhirnya kita dapat.

 Komentar orang tadi, dan kemudian juga kondisi dimana merasakan pengeluaran rasanya tidak sebanding dengan pemasukan membuat saya dan suami lebih melek akan banyak hal tentang keuangan. Walau mungkin kondisi keuangan kami mungkin masih tergolong pas-pasan, namun setidaknya tidak sampai mengalami menggunakan tabungan yang memang disimpan untuk persiapan hal lain dimasa yang akan datang.

Kamu punya pengalaman dalam hal keuangan? Boleh loh berbagi di kolom komentar.


No comments:

Post a Comment