Percakapan siang tadi sama suamik.
“Dapet tema, air susu dibalas air tuba, nih. Enaknya nulis apa, ya?”
“Ya terserah kamu aja,” jawab suamik singkat tanpa mengangkat kepala sedikitpun, tetap asik menekur HPnya.
“Bingung mau nulis apa. Kita punya pengalaman begitu nggak sih? Ada orang yang mbales perbuatan baik kita dengan perbuatan buruk?”
Dia mematikan dan meletakkan HPnya, menghadap saya. “Emang pernah?”
“Laaaaah, kok malah balik tanya.”
“Masalah e lek nolong orang ya, setelahnya ya udah sih, nggak mikir lagi apa yang dilakukan setelahnya. Ya, bantu sih bantu aja.”
“Kalau habis dibantu terus nggak ucapin terima kasih, padahal kitanya bantu juga sebenernya meluangkan waktu dan tenaga kan? Itu masuk nggak sih?”
“Lah, kamu nolong ngarep kata terima kasih?”
“Ya… nggak sih. Itu kan Cuma masalah tata krama dan unggah ungguh aja sih. Setelah ditolong, sikap yang baik itu ya berterima kasih.”
“Tapi ketika yang kamu tolong tidak mengucapkan terima kasih, itu merugikan kamu nggak?”
“Ya nggak sih. Nggak masuk ya, jadi Cuma masalah bad attitude aja ya itu.” Ucap saya kemudian menyeruput es cappucino saya.
Suamik kemudian mulai menyalakan rokoknya, dan setelah sesapan pertama dia berkata, “Kadang nih ya, saat ada teman membutuhkan dan kita tahu, kita membantu. Namun saat kita membutuhkan, sedikit orang yang ada disekitar kita. Ngerasa nggak?”
Saya mulai memikirkan apa yang dikatakan suami saya, dan kemudian satu hal terbersit, “tapi mungkin saat kita butuh bantuan kita bukan orang yang dengan mudah meminta bantuan. Bukan mereka tidak mau membantu, mungkin saja mereka nggak tau kalau kita butuh sesuatu.”
“Iya juga sih. Bukan salah mereka juga kalau nggak bantu kita, karena mungkin mereka nggak tau.”
“Ah, bagaimana dengan orang yang kita ajak diskusi nih. Kemudian dihadapan orang lain dia bicara seolah itu pemikiran dia sendiri.”
“Plagiat?”
“Bukan plagiat sih, lebih ke ambil ide orang aja. Si A punya ide buat konten tentang sesuatu, belum sempet dilakui Cuma sempet didiskusikan sama temennya. Eh yang buat konten duluan malah temennya.”
Baca juga : Belajar karena dikomentari
“Kalah cepet. Salah e lelet”
“Loh heeeeee…”
“Hahahaha, rasae sih nggak masuk ke pribahasa tadi yo. Walau podo kurang ajar e . Masalah ide, kan memang sekarang ini nggak ada yang namanya autentik. Pastil ah ada terinspirasi dari siapa atau apalah”
“Lucu aja sih, kaya yang sering terjadi kalo pas ada konten kreator niru konten kreator lain tanpa ada credit, kemudian ngaku atau menunjukkan bahwa semanya ya idenya sendiri”
“Lah kalau itu kan kamu juga nggak bisa membuktikan dia niru, kalau kamu komen, kok mirip punya si A sih, bisa aja bakal ngeles ah iya kah, aku malah nggak tau punya si A.”
“Iya sih, walau kadang aku masih suka heran kenapa sih seakan berat banget untuk mengakui bahwa karyanya dia terinspirasi dari karya orang lain.”
“Ego.”
“Lah, padahal ketika orang lain tau dia niru kan malah jelek namanya dia?”
“Ya, dia menganggap orang lain nggak akan tau kalau itu bukan murni idenya dia sendiri, dan tidak ada yang menegur.”
“Btw, pembicaraan mulai melengceng, terus air susu dibalas air tuba iki aku nulis apa?”
“Ya mbuh.” Jawab suami saya singkat, menghisap rokok yang tinggal sekali hisap itu dan menekuri lagi HPnya.
Karena saya bingung mau nulis apa, jadi saya tulis saja percakapan saya dengan suami. Intinya sih, walau mungkin kadang balasan yang kita terima dari apa yang sudah kita lakukan tidak seperti harapan, namun jangan sampai itu menghalangi kita untuk berbuat baik. Tidak perlu memikirkan balasan apa yang akan diterima, cukup berbuat baik saja.
air susu dibalas air tuba sebenarnya bukan tentang mengharap imbalan. It's different think.
ReplyDeletePaham...cuma kadang ketika sudah berbuat baik ke orang ya syudah... nggak lagi dipikirkan, bahkan kemudian ketika dia berbuat nggak baik pada kami... atau lebih tepatnya belajar terus seperti itu...
Delete