Ada satu kalimat dari sebuah film yang saya ingat betul, walau judul film itu sendiri saya sudah lupa.
"Hal yang paling berharga adalah detik yang telah berlalu. Sekaya apapun dirimu, takkan mampu mengembalikan detik yang telah berlalu itu"
Karenanya, sebisa mungkin melakukan hal-hal terbaik supaya tidak ada penyesalan dalam hidup. Namun tentu tidak semua berjalan sesuai apa yang kita mau dan rencanakan. Seperti halnya resolusi yang dibuat diawal tahun, mungkin ada yang tidak berjalan sesuai dengan yang kita inginkan.
Baca juga : 2021, perlukah membuat resolusi?
Beberapa hal terjadi juga diluar kendali kita, seperti saat ingin jalan-jalan eh hujan.
Untuk tahun 2020 mungkin sudah jamak dituliskan perihal pandemi yang kemudian membuyarkan segala rencana. Banyak resolusi yang harus direlakan tidak terealisasi. Namun apakah kemudian di tahun 2020 penuh dengan penyesalan?
Kalau untuk saya, ada penyesalan namun bukan karena banyaknya rencana yang gagal. Karena saya yakini, bahwa ketika rencana tidak berjalan sesuai rencana saya, maka rencana dari Allah yang terbaik untuk saya.
Banyak hal kemudian terjadi yang mungkin sebelumnya tidak terpikirkan. Seperti akhirnya lebih mengetahui segala sistem pembelajaran anak, mengenal lebih bagaimana cara agar anak lebih cepat mengerti apa yang mereka pelajari. Memiliki dua anak, dan keduanya memiliki cara belajar yang berbeda. Selama pandemi ini, rasanya saya disuruh belajar lebih lagi mengenal anak-anak.
Kemudian beberapa kegiatan mungkin tercancel, namun kemudian ada kegiatan baru yang menjadi hobby dan menjadi pelepas penat yang baru. Dunia fotografi, yang semakin mengenalnya saya merasa semakin tidak tahu apa-apa.
Lalu apa yang saya sesali?
Kata orang, terkadang kita baru benar-benar merasakan sesuatu itu begitu berharga, ketika kita merasakan kehilangan. Dan ya, sayapun mengamini itu. Dan ada satu kejadian yang paling aku sesali di tahun 2020.
Ketika di pertengahan tahun, kakak ipar saya meninggal dunia. Bukan, bukan karena covid. Beliau meninggal karena penyakit kankernya. Penyakit yang disembunyikan dari sanak saudara, begitupun dari saya. Saya hanya mendengar kabar bahwa beliau sakit di November 2019, namun ketika Desember 2019 saya ke Malang beliau sehat dan tidak ada menyinggung masalah penyakitnya.
Kemudian pertengahan 2020 saya mendapatkan berita beliau berpulang. Kaget, pasti. Sedih, jelas. Menyesal, sangat. Karena saat itu saya tidak bisa ke Malang, bahkan untuk sekedar melepas kepergiannya dan memberikan penghiburan untuk kakak saya.
Saya memang tidak dekat dengan beliau, namun ketika papi dan mami saya tiada, kakak dan kakak ipar sayalah yang bisa dikatakan menjadi pengganti orang tua bagi saya. Walau hanya bertemu sekali atau dua kali dalam satu tahun, saya tahu beliau care pada saya dan keluarga kecil saya.
Rasanya ingin mengulang semua yang pernah terjadi, kemudian lebih banyak memberikan waktu untuk main ke Malang. Namun, ya semua tidak akan mungkin bisa terulang. Seperti halnya Desember 2020 yang biasanya saya setiap liburan akhir tahun selalu dihabiskan di Malang, saya tidak bisa ke Malang dengan alasan pandemi.
Bagi kakak saya yang beragama Katolik, Natal ditahun 2020 pastilah berat. Natal pertamanya tanpa suami tercinta. Kami hanya bisa bersua melalui video call, bertukar cerita yang sempat tertunda karena saya tau dia sedang berkabung. Saling bertukar tangisan akan kenangan akan kakak ipar, juga papi dan mami.
2020 memang bukan tahun yang mudah untuk dijalani. Namun Alhamdulillah apapun yang terjadi bisa dihadapi dan sekarang mulai melangkah di 2021. Dari segala rencana yang ada, ternyata ada yang lebih penting, kedekatan dengan orang terkasih.
Hai Non Inge...
ReplyDeleteBener banget mba, penyesalan lahir belakangan tapi kita bisa ambil hikmah ya.