Ke rumah tetangga.

Beberapa waktu lalu, tetangga sebelah, atau anak-anak manggilnya mbahuti kedatangan dua cucunya. Satu seumuran Zianka dan satunya lebih kecil 1tahun. Awal kedatangan sih biasa aja, main bareng cuman kalau sore itupun di jalan depan rumah.

Hingga, saya lupa gimana awalnya anak-anak, lebih tepatnya Zianka jadi sering main kerumah mbahuti. Awalnya sore doank, hingga akhirnya pagi juga, sampe siang.

Main di luar, atau ke rumah tetangga itu memang baik. Tetapi ketika berlebihan? Tentu donk yang berlebihan itu nggak baik.


Akhirnya saya siasati, mainnya gantian. Kadang di rumah mbahuti, kadang main dirumah. Setelah berjalan beberapa kali, peraturan saya ubah lagi, nggak boleh tiap hari main. Ada waktunya, misal dua hari sekali siang boleh main baik dirumah mbahuti atau dirumah kami. Saat sabtu-minggu, malah saya larang, karena itu waktu saat ayah bisa ada di rumah seharian.

Awalnya suami sempet melarang saya untuk buat aturan seperti itu, katanya "biar aja, namanya baru temenan... ntar kan bosen sendiri"

Jawaban saya, "iya kalo bosen, kalo makin jadi gimana?"

Saya kasih contoh ponakan, yang dari bangun jebret minta mandi karena setelah mandi dia bisa langsung main dirumah mbahuti. Gak tanggung-tanggung dari jam 7 pagi bahkan bisa jadi sebelum itu. Kalau nggak maka akan menangis meraung-raung. Mau anaknya seperti itu? Atau nunggu anaknya seperti itu baru dimarahin??

Saya pun kasih penjelasan ke mbahuti, maupun ibu anak-anak tersebut. Bukan nggak boleh main atau apa, takutnya kan mereka salah paham. Walau tetap saya akan dapat jawaban "biarin lah mbak, jeneng e arek cilik." Setidaknya saya meminimalisir salah paham.

Dengan adanya hal ini, alhamdulillah anak-anak setidaknya bisa belajar membagi waktu dengan godaan suara bermain temannya di luar.

Ah ya, saya bukan hanya menjelaskan ke tetangga perihal larangan saya, tapi juga ke anak-anak secara langsung. Mereka harus tau kenapa sampai ada peraturan seperti itu. Walau akhirnya mereka memburu dengan pertanyaan "kok, salma (ponakan) boleh main tiap hari?"

Saya sempat bingung, karena saya menghindari penggunaan alasan "kan masih kecil." Akhirnya saya kasih pengertian, karena ibu pengen ditemeni adik... ibu juga pingin main sama adik... ibu pingin adik belajar ada waktunya main di luar, ada waktunya main di rumah.

Saat itu, adik cuman bilang, "ya wes, sekarang adik temeni ibu ya..." Layaknya anak udah besar, sambil peluk saya dia bilang, "saaaaaaayang ibu."