Tersentil

Semakin berkembangnya sosial media, semakin mudah diaksesnya sosial media seperti hal lainnya pasti membawa dampak yang baik tapi juga nggak ketinggalan yang buruk. Ya, emang gitu adanya... selalu ada dua sisi disetiap apa.

Belakangan, saya sedikit menjauh dari dunia sosial media. Mulai jarang nyetatus, jarang nulis cuitan, jarang komentar. Media yang saya gunakan sampai saat ini yang bener-bener aktif adalah instagram dan blog ini. Saya kini lebih memilih menjadi pengamat, kalaupun akhirnya ada sesuatu yang ingin saya tulis maka jadilah post di blog ini.

Post ini salah satunya.

Dengan mudahnya mengakses sosial media sepertinya makin banyak orang yang makin berani berpendapat. Tapi, entah kenapa bagi saya saat ini yang ada adalah bising. Erm, bukan berisik. Tapi bising... seperti suara jangkrik di malam hari yang awalnya merdu namun lama-lama ganggu juga.

Saya merasa bising karena makin banyak orang yang saling serang, kalau istilah twitter tuh twitwar.

Si A menulis pendapatnya tentang masalah A. Kemudian ada yang tidak sependapat. Harusnya itu hal yang wajar, namun menjadi tidak wajar ketika akhirnya yang terjadi saling mempertahankan pendapat dan masing-masing pastinya merasa benar, dan berakhir dengan saling ejek, sindir bahkan sampai ke masalah fisik.

Atau, si B menulis tentang orang-orang yang mulai hilang arah. Kemudian ada yang tidak . Harusnya wajar, namun ketika akhirnya saling serang merasa paling ada di jalan yang lurus hingga akhirnya main bully... entah dimana letak wajarnya?

Kemudian ada kubu-kubuan... blok-blokan... hahaha macam anak sekolah yang katanya nggak boleh ada blok yang rawan melakukan bully, lah apa bedanya kan?

Kenapa sih kok sampe gitu?

Saya rasa, ya ini hanya sekedar yang saya rasakan, mungkin sebenarnya yang paling nyolot dari sekian yang tidak sependapat justru ia merasa tersentil. Kenapa saya merasa begitu? Karena sayapun terkadang demikian, saat baca artikel dan kemudian tidak sependapat... tangan tuh rasanya gatel aja pengen mbantah. Hehehe.

Tapi, kemudian saya baca artikel itu sekali lagi... dan lagi... dan lagi... sampai akhirnya saya tau... ah ya, ada benernya. Kebanyakan ketika nyolot itu, endingnya pasti seperti disodorin kaca... padahal awalnya artikel itu mungkin bukan ditujukan untuk kita, bisa jadi hanya sebagai bagian pengingat diri untuk penulisnya.