Takjil

Beberapa waktu lalu sempat saya tercenung saat sedang baca-baca cuitan. Saat itu saya baca salah satu cuitan tentang seseorang yang memberikan info di masjid mana yang takjil-nya enak. Saya yang dari dulu tidak pernah mencoba taraweh dari masjid ke masjid cukup heran ketika membaca cuitan itu. Cuitan yang diperuntukkan mereka yang berburu takjil.



Jadi teringat dulu ketika masih suka berbuka puasa di masjid. Saya sudah membawa bekal dari rumah tentunya, dan nggak ada niatan untuk ngantri takjil, yang mana masjid biasa menyiapkan. Dari awal saya nggak pernah ngantri takjil di masjid, kecuali ketika panitia membagikan takjil tersebut sesaat sebelum sholat magrib berkumandang.

Awalnya alasan saya adalah, males. Yup, biasanya takjil akan diletakkan di meja dan ketika takjil mulai dibuka byuuuuh langsung deh diserbu oleh orang yang akan berbuka di masjid.

Namun, akhirnya keputusan saya nggak antri takjil itu makin kuat ketika suami sempat nyeletuk. "Takjil, kalau di masjid besar tengah kota itu lebih diperuntukkan mereka yang musafir. Kalau warga sekitar harusnya ya siap dengan bawaannya sendiri."

Yah, mungkin sayanya yang terlalu berburuk sangka, bisa saja info itu untuk para musafir yang sedang singgah di kota-kota yang disebutkan dalam cuitan itu. Hahahaha.

Hingga kemarin saat berbuka, terjadi percakapan ini.
"Yah, tau masjid abc gak?"
"Oh, itu deket kantor. Kenapa?"
"Ini loh, ada info takjilnya ayam bakar enak."
"Ngunu iku gawe pegawai sing lembur, opo musafir. Wes toh, paling enak iku buka puasa bareng keluarga. Masio ta mung tempe menjes goreng."

Hihihi, ternyata prinsip suami belum berubah.