Akhirnya, sejak awal Desember 2015 kemarin, status sebagai kontraktor (pengontrak rumah) bisa ditanggalkan. Sepertinya saya pernah cerita tentang masalah kontrakan saya yang dulu. Saya rasa ini adalah salah satu buah manis dari masalah saat itu.
Walau memang nggak langsung bisa tinggal ditempat yang sekarang, tapi rasanya lega banget saat akhirnya tak lagi mikir tentang uang yang harus disetor tiap tahun untuk memperpanjang kotrakan.
Walau awalnya bingung, dan solusi yang didapat bisa dibilang dadakan akhirnya bisa melewati masalah itu juga.
Membangun rumah sementara.
Yup, karena bapak mertua memiliki sebidang tanah dan diatas tanah tersebut ada sepetak rumah yang saat itu tidak layak huni. Saya kasih ide ke suami, kenapa nggak uang yang buat perpanjang kontrakan itu dipakai buat perbaiki rumah kecil di tanah bapak? Tentunya dengan seijin bapak. Gak apa deh, sementara tinggal di rumah yang isinya cuman 3ruangan, 1ruangan utama, 1dapur, dan 1kamar mandi.
Ide saya coba dilempar suami ke bapak, dan ternyata gayung bersambut. Alhamdulillah bapak mau nambahin biaya karena ternyata rumah kecil itu dibangun sedemikian rupa diluar ekspektasi saya. Jadi yang awalnya saya bayangin tinggal di rumah ukuran 4x6 meter persegi, jadinya ternyata 4x11 meter persegi. Awalnya pesimis, apa dana cukup?
Ternyata memang kita gak boleh pesimis, rejeki dari Allah datangnya bisa dari pintu manapun. Saat saya pasrah rumahnya gak pake tekel cukup dipasangi perlak aja, eh ada temen bapak yang batuin kasih tekel. Alhamdulillah, walau nggak semua ruangan di tekel yang penting tempat2 yang utama bisa terlihat bersih karen ditekel.
Tentu saja, saat itu nggak bisa begitu kontrakan habis kami langsung pindah ke rumah yang baru dibangun, karena belum selesai pembangunannya. Akhirnya, sementara kami tinggal dirumah bapak dan ibu. Semua barang masuk kardus, yang dikeluarkan hanya lemari baju, TV, kulkas. Sedangkan yang lainnya nebeng punya mertua.
Ada teman yang tanya, "dulu kan kamu nggak mau tinggal ama mertua Nge?"
Saya sih dari sebelum nikah udah buat perjanjian sama suami, kalau menikah kita tinggal di rumah sendiri walau kos atau ngontrk, nggak di rumah orang tua (baik ortu saya atau suami). Salah satu alasannya, saya nikah itu pengen bebas ngerasain ngatur semua sendiri (bareng suami tentunya) kalau di rumah ortu pasti ada benturan entah itu beda pandangan atau celatukan celatukan yang mungkin bermaksud baik mengingatkan tapi bikin kuping panas karena saat itu kondisi mood sedang jelek. Saya berusaha menghindari konflik (langsung atau nggak langsung) karena saya tau kapasitas diri saya dalam berhubungan dengan orang lain. Saya mah bisa, iya iyain aja tapi ngegrundel dibelakang, tapi itukan nggak baik.
Nah, kasus kemarin salah satu hal yang tidak bisa saya tolak. Daripada mumet cari kontrakam, mending sementara tinggal dengan mertua.
Apa kemudian saya berubah pandangan tentang tinggal dengan orang tua seperti yang saya paparkan di atas. Nggak. Saya tetap memilih tinggal di rumah sendiri. Salah satu alasannya pun tetap seperti itu.
Pembangunan rumah alhamdulillah selesai akhir Januari, tetapi kami memtuskan nggak langsung pindah. Menata dulu rumahnya, jadi kami mulai membuka kerdus dan menata semuanya lebih dulu sebelum benar-benar pindah.
Hingga akhir bulan maret ini kami bisa pindah. Alhamdulillah.
Banyak hal saya bisa ambil, bahwa setiap masalah itu pasti ada jalan keluarnya. Dan buah dari sabar itu maniiiis terlebih ketika kita bisa memaknainya.
Selamat, Barokah rumah barunya ya... memang tinggal berduia ama suami itu enak, kalo berantem juga gak ketahuan kan, kecuali dibikin status Fb #eh hahhaa,,..
ReplyDeleteaku mau beli rumah juga mbak, masih lihat-lihat habisnya belum dapet yang cocok lokasi maupun harganya sih
ReplyDeletesemoga aku menyusul dapet tempat yak... yang nggak banjir.
alhamdulillah perlakuan mertua sama aja antara aku dgn anakanaknya.
belum kesampean mampirin mbak inge soalnya masku masuk malem terus nih